Senin, 01 Juli 2019

Islam secara kaffah belakang semarak didengungkan. Islam secara kaffah diterjemahkan oleh sebagian orang dengan kembali ke Al-Quran dan hadits, bahkan penerapan hukum Islam atau negara Islam. Meskipun kita bisa saja bertanya hukum Islam dan negara Islam dalam madzhab siapa dan era siapa.

Istilah Islam kaffah atau berislam secara kaffah berasal dari Surat Al-Baqarah ayat 208 sebagai berikut ini:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

Artinya, “Wahai orang yang beriman, masuklah kamu semua ke dalam Islam. janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kalian,” (Surat Al-Baqarah ayat 208).

Awalnya, ayat ini turun perihal Abdullah bin Salam bersama para sahabatnya yang berasal dari Yahudi Bani Nadhir di Madinah. Meskipun sudah memeluk Islam, mereka masih terpengaruh oleh norma-norma agama Yahudi seperti penghormatan terhadap hari Sabtu dan keharaman daging unta. Sikap setengah-setengah ini yang ditegur oleh Allah SWT sebagai keterangan Syekh Wahbah Az-Zuhayli berikut ini:

يا أيها المؤمنون ادخلوا في الإسلام بكليته دون تجزئة أو سالموا، واعملوا بجميع أحكامه فلا تنافقوا واحذروا وساوس الشيطان ولا تطيعوا ما يأمركم به إنه عدو ظاهر العداوة لكم. أخرج الطبراني أن هذه الآية نزلت في عبد الله بن سلام وأصحابه من اليهود لما عظموا السبت وكرهوا الإبل بعد قبول الإسلام فأنكر عليهم المسلمون

Artinya, “Wahai orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam seluruhnya, bukan sebagian-sebagian, atau berdamailah, dan beramallah sesuai dengan semua hukumnya. Jangan bersikap munafik. Waspadalah bisikan setan. Jangan kalian ikuti apa yang diperintahkan setan karena ia adalah musuh yang jelas-jelas memusuhimu. At-Thabarani meriwayatkan bahwa ayat ini turun perihal Abdullah bin Salam dan sahabatnya dari kalangan Yahudi ketika mereka mengagungkan hari Sabtu dan enggan terhadap daging unta setelah mereka memeluk Islam. Tetapi sikap mereka diingkari oleh para sahabat rasul lainnya,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, At-Tafsirul Wajiz, [Damaskus, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], halaman 33).

Kata islam pada Surat Al-Baqarah ayat 208 ini tidak ada. Yang ada adalah kata ‘as-silmi’. Kata ini yang selanjutnya diartikan sebagai agama Islam sebagaimana keterangan Syekh M Jamaluddin Al-Qasimi berikut ini:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ ادْخُلُواْ فِي السِّلْمِ-بكسر السين وفتحها مع إسكان اللام، فيهما قراءتان سبعيتان-أي: في الإسلام. قال امرؤ القيس بن عابس: فلست مبدلاً بالله رباً ولا مستبدلاً بالسلم ديناً
ومثله قول أخي كندة:
دعوت عشيرتي للسلم لما رأيتهم تولوا مدبرينا

Artinya, “Kata ‘as-silmi’ dibaca fathah atau kasrah pada huruf sin dan sukun pada lam. Keduanya merupakan bacaan qiraah sab’ah. Maksudnya adalah Islam. Umru’ul Qais bin Abis mengatakan dalam syairnya, Aku tidak mengganti Allah sebagai tuhan/juga tidak mengganti Islam sebagai agama. Akhi Kandah juga mengatakan, Aku mengajak keluargaku pada Islam/ketika aku melihat mereka berpaling dari kita,” (Lihat M Jamaluddin Al-Qasimi, Mahasinut Ta’wil, [tanpa keterangan kota dan nama penerbit: 1957 M/1376 H], juz I, halaman 513).

Imam Ar-Razi mencoba awalnya melacak arti kata ‘silmi’ dan ‘al-islam’. Menurutnya, makna kata ‘silmi’ dan ‘al-islam’ adalah ketundukan dan kepatuhan itu sendiri. Dari makna itu, pengertian kedua kata itu lalu berkembang menjadi agama Islam.

قال الرازي: أصل هذه الكلمة من الانقياد. قال الله تعالى: إِذْ قَالَ لَهُ رَبُّهُ أَسْلِمْ قَالَ أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ [البقرة: 131]. والإسلام إنما سمي إسلاماً لهذا المعنى. وغلب اسم السلم على الصلح وترك الحرب. وهذا أيضاً راجع إلى هذا المعنى، لأن عند الصلح ينقاد كل واحد لصاحبه ولا ينازعه فيه. ومعنى الآية: ادخلوا في الاستسلام والطاعة، أي استسلموا لله وأطيعوه ولا تخرجوا عن شيء من شرائعه: كَآفَّةً حال من الضمير في ادخلوا

Artinya, “Ar-Razi mengatakan bahwa asal kata ini bermakna tunduk dan patuh. Allah berfirman, ‘Ketika Tuhannya berkata kepadanya, ‘Tunduklah kamu.’ Ia menjawab, ‘Aku tunduk kepada Tuhan sekalian alam,’ (Surat Al-Baqarah ayat 131).’ Islam dinamai demikian karena sesuai dengan makna tersebut. Kata ‘silmi’ dominan mengandung makna damai dan tidak berperang. Ini juga merujuk pada makna tersebut. Pasalnya, dalam situasi damai, setiap pihak tunduk pada pihak lain. Tiada satupun pihak yang menentang dalam situasi ini. Pengertian ayat ini seolah berbunyi, ‘Masuklah ke dalam kepasrahan dan ketaatan, yaitu berserahlah dan taatlah kepada Allah. Jangan kalian keluar sedikitpun dari syariatnya. Sedangkan kata ‘kaffah’ merupakan hal dari dhamir pada kata ‘udkhulu’,” (Lihat M Jamaluddin Al-Qasimi, Mahasinut Ta’wil, [tanpa keterangan kota dan nama penerbit: 1957 M/1376 H], juz I, halaman 513).

Sedangkan kata ‘kaffah’ berarti seluruhnya tanpa kecuali. Kedudukan nahwu (tata bahasa Arab) kata ‘kaffah’ pada kalimat ini adalah hal. Oleh karenanya, ia dibaca manshub yang ditandai fathah di akhir kata.

Setiap hal mengandung shahibul hal. Dengan kata lain, kata kaffah ini merupakan hal dari kata apa? Ulama berbeda pendapat perihal ini. Sebagian ulama berpendapat bahwa shahibul hal kata ‘kaffah’ adalah ‘fis silmi’. Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa shahibul hal kata ‘kaffah’ adalah ‘udkhulu’ sebagaimana pendapat Ar-Razi yang dikutip oleh M Jamaluddin Al-Qasimi dalam tafsirnya di atas.

Apa pentingnya mencari shahibul hal dari kata ‘kaffah’? Konsekuensi atas pilihan shahibul hal yang berbeda juga berimbas pada perbedaan terjemahan atas ayat tersebut.

Kalau kita memilih kata ‘udkhulu’ sebagai shahibul hal dari kata ‘kaffah’, maka terjemahan ayat tersebut berbunyi, “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu semua tanpa kecuali ke dalam Islam.

Tetapi, kalau kita memilih kata ‘fis silmi’ sebagai shahibul hal dari kata ‘kaffah’, maka terjemahan ayat tersebut berbunyi, “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam seutuhnya.”

Perbedaan penerjemaah keduanya tentu memiliki implikasi logika yang berbeda. Dan, penerjemahan terhadap ayat bukanlah penerjemahan tunggal karena bergantung dari pilihan penerjemah dalam menentukan shahibul hal kata ‘kaffah’.

Hal dan shahibul hal merupakan istilah teknis dalam ilmu nahwu atau tata bahasa Arab. Pengetahuan terkait ilmu nahwu di sini merupakan satu dari sekian kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh mereka yang mencoba untuk memahami atau sekurangnya menerjemahkan Al-Quran (termasuk juga hadits) karena Al-Quran itu sendiri berbahasa Arab. Wallahu a‘lam.

Sabtu, 17 Agustus 2013

TOBATLAH WAHAI SALAFI......

H.Sofyan Amar, SAg. SPdI
Sharing from www.idrusramli.com
Assalamu’alaikum wr wb Ustadz Muhammad Idrus Ramli yang kami hormati. Dewasa ini kami sering mendengar satu kelompok, yang sering membid’ah-bid’ahkan dan mensyirikkan mayoritas umat Islam yang menggelar Maulid, Tahlilan, Ziarah Wali Songo dan lain-lain. Anehnya mereka mengklaim sebagai pengikut ahli hadits dan madzhab Rasulullah SAW. Sedangkan kami oleh mereka, dianggap sebagai pengikut ahli bid’ah. Sebenarnya bagaimana madzhab ahli hadits itu? Benarkan mereka memang pengikut ahli hadits? Atas penjelasannya kami ucapkan terima kasih.
Wassalam
Jawaban :
Saudara penanya yang terhormat, semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada Anda dan kita semua, amin ya Robbal ‘alamin. Perlu Anda ketahui, bahwa di antara propaganda yang sering digunakan oleh kaum Salafi-Wahabi untuk membenarkan posisi mereka sebagai satu-satunya golongan yang layak disebut Ahlussunnah Wal-Jama’ah, adalah klaim mereka sebagai satu-satunya representasi ahli hadits. Sementara selain mereka, dianggap sebagai ahli bid’ah dan bukan pengikut ahli hadits. Dengan propaganda semacam ini mereka sangat mudah dalam mengelabui dan mempengaruhi kalangan awam yang tidak mengerti fakta dan realita ahli hadits. Oleh karena itu pertanyaan Anda sangat penting untuk kami uraikan di sini.
Pada dasarnya, ahli hadits tidak memiliki madzhab tertentu yang menyatukan pemikiran mereka, baik dalam bidang akidah maupun dalam bidang fiqih. Kitab-kitab tentang rijal al-hadits dan biografi ahli hadits, menyebutkan dengan gamblang bahwa di antara ahli hadits ada yang mengikuti aliran Syiah, Khawarij, Murjiah, Mu’tazilah, Mujassimah, madzhab al-Asyari, al-Maturidi dan aliran-aliran pemikiran yang lain. Al-Hafizh Jalaluddin al-Suyuthi menulis data 87 nama-nama perawi hadits Shahih al-Bukhari dan Muslim yang terindikasi atau terbukti mengikuti faham Murjiah, Nashibi, Syiah, Qadariyah dan Khawarij, (Lihat: al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi Syarh Taqrib al-Nawawi, juz 1, hlm. 178).
Di antara mereka ada juga yang mengikuti akidah sayap ekstrim madzhab Hanbali (ghulat al-hanabilah) yang disebarkan oleh Ibnu Taimiyah dan diklaim sebagai madzhab salaf dan Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Dari sini, klaim kaum Wahabi bahwa mereka pengikut ahli hadits, menimbulkan pertanyaan, “Ahli hadits yang mana yang mereka ikuti?”
Hanya saja, apabila kita menelusuri literatur sejarah dengan cermat dan mendalam, maka akan didapati suatu fakta, bahwa dalam bidang akidah, mayoritas ahli hadits mengikuti madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi. Dalam konteks ini, al-Imam Abu Manshur al-Baghdadi berkata:
ثُمَّ بَعْدَهُمْ شَيْخُ النَّظَرِ وَإِمَامُ اْلآَفَاقِ فِي الْجَدَلِ وَالتَّحْقِيْقِ أَبُو الْحَسَنِ عَلِيُّ بْنِ إِسْمَاعِيْلَ اْلأَشْعَرِيُّ الَّذِيْ صَارَ شَجاً فِيْ حُلُوْقِ الْقَدَرِيَّةِ …. وَقَدْ مَلأَ الدُّنْيَا كُتُبُهُ، وَمَا رُزِقَ أَحَدٌ مِنَ الْمُتَكَلِّمِيْنَ مِنَ التَّبَعِ مَا قَدْ رُزِقَ، لِأَنَّ جَمِيْعَ أَهْلِ الْحَدِيْثِ وَكُلَّ مَنْ لَمْ يَتَمَعْزَلْ مِنْ أَهْلِ الرَّأْيِ عَلىَ مَذْهَبِهِ.
“Pada generasi berikutnya adalah Guru Besar pemikiran dan pemimpin berbagai daerah dalam hal perdebatan dan penelitian, Abu al-Hasan Ali bin Ismail al-Asy’ari yang telah menjadi kesedihan dalam kerongkongan kaum Qadariyah … Buku-bukunya telah memenuhi dunia. Tak seorang pun dari ahli kalam yang memiliki pengikut sebanyak beliau, karena semua ahli hadits dan semua ahl al-ra’yi yang tidak mengikuti Mu’tazilah adalah pengikut madzhabnya”. (Al-Baghdadi, Ushul al-Din, hal. 309-310).
Selanjutnya al-Imam Tajuddin al-Subki  juga berkata:
وَهُوَ يَعْنِيْ مَذْهَبَ اْلأَشَاعِرَةِ مَذْهَبُ الْمُحَدِّثِيْنَ قَدِيْمًا وَحَدِيْثًا.
“Madzhab Asya’irah adalah madzhab para ahli hadits dulu dan sekarang”. (Al-Subki, Thabaqat al-Syafi’iyyah al-Kubra, juz 4, hal. 32.)
Di antara ahli hadits yang sangat populer mengikuti madzhab al-Asy’ari adalah Ibnu Hibban, al-Daraquthni, Abu Nu’aim, Abu Dzar al-Harawi, al-Hakim, al-Khaththabi, al-Khathib al-Baghdadi, al-Baihaqi, Abu Thahir al-Silafi, al-Sam’ani, Ibnu ‘Asakir, al-Qadhi ‘Iyadh, Ibnu al-Shalah, al-Nawawi, Abu Amr al-Dani, Ibnu Abdil Bar, Ibnu Abi Jamrah, al-Kirmani, al-Mundziri, al-Dimyathi, al-‘Iraqi, al-Haitsami, Ibnu Hajar al-‘Asqalani, al-Sakhawi, al-Suyuthi, al-Qathalani, al-Ubbi, Ali al-Qari dan lain-lain. Kesimpulannya, mayoritas ahli hadits dalam bidang akidah mengikuti madzhab al-Asy’ari.
Sementara dalam bidang fiqih, di antara ahli hadits ada yang mengikuti madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali dan madzhab-madzhab fiqih yang lain. Hanya saja, apabila kita mengkaji kitab-kitab biografi ahli hadits seperti kitab Tadzkirah al-Huffazh karya al-Dzahabi, Thabaqat al-Huffazh karya al-Suyuthi dan lain-lain, akan kita dapati bahwa mayoritas ahli hadits mengikuti madzhab Syafi’i. Sebagian ulama mengatakan bahwa 80 % ahli hadits mengikuti madzhab Syafi’i. Al-Imam Syah Waliyullah al-Dahlawi al-Hanafi, seorang ahli hadits dan pakar fiqih berkebangsaan India, memberikan kesaksian tentang keistimewaan madzhab Syafi’i dibandingkan dengan madzhab-madzhab fiqih yang lain ditinjau dari tiga hal:
  1. Ditinjau dari aspek sumber daya manusia, madzhab Syafi’i adalah madzhab terbesar dalam memproduksi mujtahid muthlaq dan mujtahid madzhab, madzhab terbanyak memiliki pakar ushul fiqih, teologi, tafsir dan syarih (komentator) hadits.
  2. Ditinjau dari segi materi keilmuan, madzhab Syafi’i adalah madzhab yang paling kokoh dari segi sanad dan periwayatan, paling kuat dalam menjaga keotentikan teks-teks perkataan imamnya, paling bagus dalam membedakan antara perkataan Imam Syafi’i (aqwal al-Imam) dengan pandangan murid-muridnya (wujuh al-ashhab), paling kreatif dalam menghukumi kuat dan tidaknya sebagian pendapat dengan pendapat yang lain dalam madzhab. Demikian ini akan dimaklumi oleh seseorang yang meneliti dan mengkaji berbagai madzhab.
  3. Ditinjau dari segi referensi, hadits-hadits dan atsar yang menjadi sumber materi fiqih madzhab Syafi’i telah terkodifikasi dan tertangani dengan baik. Hal ini belum pernah terjadi kepada madzhab fiqih yang lain. Di antara materi madzhab Syafi’i adalah al-Muwaththa’, Shahih al-Bukhari, Muslim, karya-karya Abu Dawud, al-Tirmidzi, Ibnu Majah, al-Darimi, al-Nasa’i, al-Daraquthni, al-Baihaqi dan al-Baghawi.
Selanjutnya al-Imam al-Dahlawi  mengakhiri kesaksiannya dengan berkata:
وَإِنَّ عِلْمَ الْحَدِيْثِ وَقَدْ أَبَى أَنْ يُنَاصِحَ لِمَنْ لَمْ يَتَطَفَّلْ عَلىَ الشَّافِعِيِّ وَأَصْحَابِهِ رضي الله عنهم وَكُنْ طُفَيْلِيَّهُمْ عَلىَ أَدَبٍ، فَلاَ أَرىَ شَافِعًا سِوىَ اْلأَدَبِ.
“Sesungguhnya ilmu hadits benar-benar enggan memberi dengan tulus kepada orang yang tidak membenalu kepada Imam Syafi’i dan murid-muridnya radhiyallahu ‘anhum. Jadilah kamu benalu kepada mereka dengan beretika, karena aku tidak melihat penolong selain etika”. (Waliyullah Ahmad bin Abdurrahim al-Dahlawi, al-Inshaf fi Bayan Sabab al-Ikhtilaf, hal. 38-39.)
Kesaksian al-Dahlawi di atas, bahwa madzhab Syafi’i merupakan perintis dan pemimpin umat Islam dalam ilmu hadits, sangat penting, mengingat otoritas keilmuan al-Dahlawi sebagai seorang pakar hadits dan fiqih yang bermadzhab Hanafi yang diakui oleh seluruh ulama, dan beliau bukan pengikut madzhab Syafi’i. Seandainya yang berkata, seorang pengikut madzhab al-Syafii, mungkin orang lain akan berkata, bahwa beliau sedang memuji madzhabnya sendiri. Kesaksian tersebut diperkuat dengan fakta sejarah bahwa pada masa silam, istilah ahli hadits identik dengan para ulama madzhab Syafi’i. Dalam konteks ini, al-Hafizh al-Sakhawi  berkata:
قَالَ النَّوَوِيُّ رحمه الله، وَنَاهِيْكَ بِهِ دِيَانَةً وَوَرَعًا وَعِلْمًا، فِيْ زَوَائِدِ الرَّوْضَةِ مِنْ بَابِ الْوَقْفِ: وَالْمُرَادُ بِأَصْحَابِ الْحَدِيْثِ الْفُقَهَاءُ الشَّافِعِيَّةُ، وَأَصْحَابِ الرَّأْيِ الْفُقَهَاءُ الْحَنَفِيَّةُ اهـ وَمَا أَحَقَّهُمْ بِالْوَصْفِ بِذَلِكَ.
“Imam al-Nawawi rahimahullah berkata –betapa hebatnya beliau dalam segi keagamaan, kewara’an dan keilmuan-, dalam Zawaid al-Raudhah, pada bagian bab waqaf: “Yang dimaksud engan ahli hadits adalah fuqaha Syafi’iyah, sedangkan ahl al-ra’yi adalah fuqaha Hanafiyah”. Alangkah berhaknya mereka dikatakan demikian”.[1]
Di antara ahli hadits yang mengikuti madzhab Syafi’i adalah al-Bukhari, Muslim, al-Nasa’i, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, al-Isma’ili, al-Daraquthni, Abu Nu’aim, al-Khathib al-Baghdadi, al-Hakim, al-Khaththabi, al-Baihaqi, al-Silafi, Ibnu Asakir, al-Sam’ani, Ibnu al-Najjar, Ibnu al-Shalah, al-Nawawi, al-Dimyathi, al-Mizzi, al-Dzhahabi, Ibnu Katsir, al-Subki, Ibnu Sayyidinnas, al-‘Iraqi, al-Haitsami, Ibnu Hajar al-‘Asqalani, al-Sakhawi, al-Suyuthi dan lain-lain.
Paparan di atas menyimpulkan, bahwa ahli hadits tidak memiliki paradigma tertentu yang menyatukan pemikiran mereka dalam satu madzhab, baik dalam bidang fiqih maupun akidah. Ahli hadits menyebar di berbagai madzhab keislaman, baik dalam fiqih maupun akidah. Hanya saja, apabila dikaji secara seksama, akan disimpulkan bahwa mayoritas ahli hadits dalam hal akidah mengikuti madzhab Asy’ari, dan dalam hal fiqih mengikuti madzhab Syafi’i. Sehingga tidak heran apabila dalam perjalanan sejarah, ahli hadits identik dengan madzhab Syafi’i.
Dari sini sebagian ulama terkemudian memberikan kesimpulan yang cukup praktis bahwa al-firqah al-najiyah atau Ahlussunnah Wal-Jama’ah, adalah golongan mayoritas umat Islam yang mengikuti salah satu madzhab fiqih yang empat dan mengikuti akidah madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi. Sedangkan pengakuan kaum Salafi-Wahabi bahwa merekalah Ahlussunnah Wal-Jama’ah dan ahli hadits, masih perlu dikaji secara ilmiah dan obyektif. Mengingat mayoritas ahli hadits justru berbeda dengan mereka. Wallahu a’lam.
[1] Al-Hafizh al-Sakhawi, al-Jawahir wa al-Durar fi Tarjamah Syaikh al-Islam Ibn Hajar, juz 1, hal. 79.

Senin, 07 November 2011

Kewajiban Bertaubat dan Urgensinya

Kewajiban Bertaubat dan Urgensinya

Taubat dari dosa yang dilakukan oleh seorang mu'min --dan saat itu ia sedang berusaha menuju kepada Allah SWT -- adalah kewajiban agama. Diperintahkah oleh Al Quran, didorong oleh sunnah, serta disepakati kewajibannnya oleh seluruh ulama, baik ulama zhahir maupun ulama bathin. Atau ulama fiqh dan ulama suluk. Hingga Sahl bin Abdullah berkata: Barangsiapa yang berkata bahwa taubat adalah tidak wajib maka ia telah kafir, dan barangsiapa yang menyetujui perkataan seperti itu maka ia juga kafir. Dan ia berkata: "Tidak ada yang lebih wajib bagi makhluk dari melakukan taubat, dan tidak ada hukuman yang lebih berat atas manusia selain ketidak tahuannya akan ilmu taubat, dan tidak menguasai ilmu taubat itu (Di sebutkan oleh Abu Thalib Al Makki dalam kitabnya Qutul Qulub, juz 1 hal. 179).

Taubat dalam Al Quran

Al Quran memberi perhatian yang besar terhadap taubat dalam banyak ayat-ayat yang tersebar dalam surah-surah Makkiah atau Madaniah. Kita akan membaca ayat-ayat itu nantinya, insya Allah.
"Bertaubatlah kepada Allah SWT dengan Taubat yang semurni-murninya".
Di antara perintah yang paling tegas untuk melaksanakan taubat dalam Al Quran adalah firman Allah SWT:
"Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu" (QS. At Tahrim: 8).
Ini adalah perintah yang lain dari Allah SWT dalam Al Quran kepada manusia untuk melakukan taubat dengan taubat nasuha: yaitu taubat yang bersih dan benar. Perintah Allah SWT dalam Al Quran itu menunjukkan wajibnya pekerjaan ini, selama tidak ada petunjuk lain yang mengindikasikan pengertian selain itu. Sementara dalam ayat itu tidak ada petunjuk yang lain itu. Oleh karena itu, hendaknya seluruh kaum mu'min berusaha untuk menggapai dua hal atau dua tujuan yang pokok ini. Yaitu:
  1. Menghapuskan dosa-dosa
  2. Masuk ke dalam surga.
Seluruh individu muslim amat membutuhkan dua hal ini:
Pertama: agar kesalahannya dihapuskan, dan dosa-dosanya diampunkan. Karena manusia, disebabkan sifat kemanusiaannya, tidak mungkin terbebas dari kesalahan dan dosa-dosa. Itu bermula dari kenyatan elemen pembentukan manusia tersusun dari unsur tanah yang berasal dari bumi, dan unsur ruh yang berasal dari langit. Salah satunya menarik ke bawah sementara bagian lainnya mengajak ke atas. Yang pertama dapat menenggelamkan manusia pada perangai binatang atau lebih buruk lagi, sementara yang lain dapat mengantarkan manusia ke barisan para malaikat atau lebih tinggi lagi.
Oleh karena itu, manusia dapat melakukan kesalahan dan membuat dosa. Dengan kenyataan itu ia membutuhkan taubat yang utuh, sehingga ia dapat menghapus kesalahan yang diperbuatnya.
Kedua: agar ia dapat masuk surga. Siapa yang tidak mau masuk surga? Pemikiran yang paling berat menghantui manusia adalah: akan masuk kemana ia nantinya di akhirat. Ini adalah masalah ujung perjalanan manusia yang paling penting: apakah ia akan selamat di akhirat atau binasa? Apakah ia akan menang dan bahagia ataukah ia akan mengalami kebinasaaan dan penderitaan? Keberhasilan, kemenangan dan kebahagiaan adalah terdapat dalam surga. Sedangkan kebinasaan, kekecewaan serta penderitaan terdapat dalam neraka:
"Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh dia telah beruntung. Kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan" (QS. Ali Imran: 185.).

Bertaubatlah Kalian Semua Kepada Allah SWT, Wahai Orang-2 yg Beriman

Di antara ayat Al Quran yang berbicara tentang taubat adalah firman Allah:
"Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung" (QS. An-Nur: 31).
Dalam ayat ini, Allah SWT memerintahkan kepada seluruh kaum mu'minin untuk bertaubat kepada Allah SWT, dan tidak mengecualikan seorangpun dari mereka. Meskipun orang itu telah demikian taat menjalankan syari'ah, dan telah menanjak dalam barisan kaum muttaqin, namun tetap ia memerlukan taubat. Di antara kaum mu'minin ada yang bertaubat dari dosa-dosa besar, jika ia telah melakukan dosa besar itu. Karena ia memang bukan orang yang ma'shum (terjaga dari dosa). Di antara mereka ada yang bertaubat dari dosa-dosa kecil, dan sedikit sekali orang yang selamat dari dosa-dosa macam ini. Dari mereka ada yang bertaubat dari melakukan yang syubhat. Dan orang yang menjauhi syubhat maka ia telah menyelamatkan agama dan nama baiknya. Dan diantara mereka ada yang bertaubat dari tindakan-tindakan yang dimakruhkan. Dan di antara mereka malah ada orang yang melakukan taubat dari kelalaian yang terjadi dalam hati mereka. Dan dari mereka ada yang bertaubat karena mereka berdiam diri pada maqam yang rendah dan tidak berusaha untuk mencapai maqam yang lebih tinggi lagi.
Taubat orang awam tidak sama dengan taubat kalangan khawas, juga tidak sama dengan taubat kalangan khawas yang lebih tinggi lagi. Oleh karena itu ada yang mengatakan: "Kebaikan kalangan abrar adalah kesalahan orang-orang kalangan muqarrabin!" Namun, dalam ayat itu, semua mereka diperintahkan untuk melakukan taubat, agar mereka selamat.
Pengarang kitab Al Qamus memberikan komentar atas ayat ini dalam kitabnya (Al Bashair): Ayat ini terdapat dalam kelompok surah Madaniyyahh . Allah tujukan kepada kaum yang beriman dan kepada makhluk-makhluk-Nya yang baik, agar mereka bertaubat kepada-Nya, setelah mereka beriman, sabar, hijrah dan berjihad. Kemudian mengaitkan keberuntungan dengan taubat "agar kalian beruntung". Yaitu mengaitkan antara sebab dengan yang disebabkan. Dan menggunakan dengan 'adat' "la'alla" untuk memberikan pengertian pengharapan. Yaitu jika kalian bertaubat maka kalian diharapkan akan mendapatkan keberuntungan, dan hanya orang yang bertaubat yang berhak mengharapkan keberuntungan itu.
Sebagian ulama suluk berkata: Taubat adalah wajib bagi seluruh manusia, hingga bagi para nabi dan wali-wali sekalipun. Dan janganlah engkau duga bahwa taubat hanya khusus untuk Adam a.s. saja. Allah SWT befirman:
"Dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia, kemudian Tuhannya memilihnya maka Dia menerima taubatnya dam memberinya petunjuk" (QS. Thahaa: 121-122).
Namun ia adalah hukum yang azali dan tertulis bagi umat manusia sehingga tidak mungkin dapat diterima sebaliknya. Selama sunnah-sunnah (ketentuan) Ilahi belum tergantikan. Maka kembali --yaitu dengan bertaubat-- kepada Allah SWT bagi setiap manusia adalah amat urgen, baik ia seorang Nabi atau orang yang berperangai seperti babi, juga bagi wali atau si pencuri. Abu Tamam berkata:
"Jangan engkau sangka hanya Hindun yang berhianat, itu adalah dorongan peribadi dan setiap orang dapat berlaku seperti Hindun!
Perkataan itu didukung oleh hadits:
"Seluruh kalian adalah pembuat salah dan dosa, dan orang yang berdosa yang paling baik adalah mereka yang sering bertaubat". Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan lainnya dari Anas. Juga taubat itu adalah wajib bagi seluruh manusia. Ia wajib dalam seluruh kondisi dan secara terus menerus. Pengertian itu dipetik dari dalil yang umum, Allah SWT berfirman: " dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah". Karena manusia tidak mungkin terbebaskan dari dosa yang diperbuat oleh anggota tubuhnya. Hingga para nabi dan orang-orang yang saleh sekalipun. Dalam Al Quran dan hadits disebutkan tentang dosa-dosa mereka, serta taubat dan tangisan sesal mereka.
Jika suatu saat orang terbebas dari maksiat yang dilakukan oleh tubuhnya, maka ia tidak dapat terlepas dari keinginan berbuat maksiat dalam hatinya. Dan jikapun tidak ada keinginan itu, dapat pula ia merasakan was-was yang ditiupkan oleh syaitan sehingga ia lupa dari dzikir kepada Allah SWT. Dan jika tidak, dapat pula ia mengalami kelalaian dan kurang dalam mencapai ilmu tentang Allah SWT, sifat-sifat-Nya serta perbuatan-perbuatan-Nya. Semua itu adalah kekurangan dan masing-masing mempunyai sebabnya. Dan membiarkan sebab-sebab itu dengan menyibukkan diri dengan pekerjaan yang berlawanan berarti mengembalikan diri ke tingkatannya yang rendah. Dan manusia berbeda-beda dalam kadar kekurangannya, bukan dalam kondisi asal mereka (Lihat: Syarh Ainul Ilmi wa Zainul Hilm, juz 1 hal. 175. Kitab ini adalah mukhtasar (ringkasan) kitab Ihya Ulumuddin).

Orang yang tidak Bertaubat adalah Orang yang Zhalim

Allah SWT berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita -wanita (mengolok-olokkan) wanita-wanita yang lain (karena) boleh Jadi wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk pangggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." (QS .Al Hujurat: 11)
Setelah Allah SWT melarang kaum mu'minin untuk mencela seorang muslim --baik ia laki-laki atau perempuan-- serta mengejeknya dengan ucapan yang menyakitkan atau membuatnya susah; dan al-Quran menganggap orang yang mengejek sesama muslim sebagai orang yang mengejek dirinya sendiri, karena kaum muslimin adalah seperti satu tubuh; Al-Quran juga melarang untuk saling panggil memanggil dengan panggilan yang buruk yang tidak disenangi orang. Perbuatan itu semua akan memindahkan manusia dari derajat keimanan ke derajat kefasikan. Dari seorang mu'min menjadi seorang fasik, dan nama yang paling buruk setelah keimanan adalah kefasikan itu.
Kemudian Allah SWT berfirman:
"Dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim". Ini adalah dalil akan kewajiban bertaubat. Karena jika ia tidak bertaubat maka ia akan menjadi orang-orang zhalim. Dan orang-orang yang zhalim tidak akan beruntung.
"Sesungguhnya orang-orang yang zalim tidak akan beruntung." (QS. Yusuf: 23)
Juga tidak dicintai Allah SWT:
"Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim."( QS. Ali 'Imran: 57).
Serta mereka tidak mendapatkan petunjuk dari Allah SWT:
"Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (QS. Al Maidah: 51).
Dan mereka juga tidak selamat dari api neraka:
"Dan tidak ada seorangpun daripadamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan. Kemudian Kami menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut." (QS. Maryam: 71-72.).
Ayat-ayat yang lain:
Di antara ayata-yat Al Quran yang mengajak kepada taubat dan menganjurkannya, serta menjelaskan keutamaannya dan buahnya adalah firman Allah SWT:
"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri." (QS. Al Baqarah: 222).

Mengajak Kaum Musyrikin dan Kaum Kafir untuk Bertaubat

Di antara ayat-ayat Al Quran ada yang mengajak kaum musyrikin untuk bertaubat, serta membukan pintu bagi mereka untuk bergabung dalam masyarakat muslim, serta menjadi saudara seiman mereka. Seperti firman Allah SWT dalam surah at-Taubah setelah memerintahkan untuk memerangi kaum musyrikin yang melanggar perjanjian damai:
"Jika mereka bertaubat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. at-Taubah: 5).
"Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama." (QS. At-Taubah: 11)
Al Quran juga mengajak orang-orang Kristen untuk bertaubat dari perkataan mereka tentang ketuhanan al Masih atau ia sebagai satu dari tiga oknum tuhan! Sedangkan ia sebetulnya hanyalah seorang hamba Allah. Dan baginya telah terjadi apa yang terjadi bagi manusia biasa. Serta Al Quran mengajak untuk menyembah Allah SWT saja.
Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah al Masih putera Maryam", padahal al-Masih (sendiri) berkata: "Hai bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu" Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: " bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. Maka mengapa mereka tidak bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepadaNya? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al Maidah: 72-74 ).
Bahkan Allah SWT Yang Maha Pemurah juga membuka pintu taubat bagi orang-orang kafir yang telah demikian keji menyiksa kaum mu'mimin dan mu' minat, serta telah melemparkan kaum mu'minin itu ke dalam api yang panas:
"Yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar. Ketika mereka duduk di sekitarnya. Sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang beriman." (QS. al Buruj: 5-7.)
Allah SWT berfirman setelah menyebutkan kisah mereka itu, bahwa mereka membenci kaum mu'minin itu semata karena kaum mu'minin beriman kepada Allah SWT semata.
Allah SWT befirman:
"Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mu'min laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azab jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar." (QS. al Buruuj: 10).
Hasan al Bashri mengomentari ayat ini: "lihatlah kedermawanan dan kemurahan Allah SWT ini: mereka membunuh para wali-Nya, dan Dia kemudian mengajak mereka itu untuk bertaubat dan meminta ampun kepada-Nya!."
Hingga kemurtadan --yaitu orang yang kafir setelah iman- taubat mereka masih dapat diterima. Allah SWT berfirman:
"Bagaimana Allah akan menunjuki suatu kaum yang kafir sesudah mereka beriman, serta mereka telah mengakui bahwa Rasul itu (Muhammad) benar-benar rasul, dan keterangan-keteranganpun telah datang kepada mereka? Allah tidak menunjukki orang-orang yang zalim. Mereka itu balasannya ialah: Bahwasanya la'nat Allah ditimpakan kepada mereka, (demikian pula) la'nat para malaikat dan manusia seluruhnya. Mereka kekal di dalamnya, tidak diringankan siksa dari mereka, dan tidak (pula) mereka diberi tangguh, kecuali orang-orang yang taubat, sesudah (kafir) itu dan mengadakan perbaikan. Karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Ali Imran: 86-89.)


Keutamaan Taubat dan Orang-orang
yang Bertaubat dalam al Qur'an
Tentang dorongan dan anjuran untuk bertobat, Al Qur'an berbicara:

"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri." (QS. Al Baqarah: 222).

Maka derajat apa yang lebih tinggi dari pada mendapatkan kasih sayang Rabb semesta alam.

Dalam menceritakan tentang ibadurrahman yang Allah SWT berikan kemuliaan dengan menisbahkan mereka kepada-Nya, serta menjanjikan bagi mereka surga, di dalamnya mereka mendapatkan ucapan selamat dan mereka kekal di sana, serta mendapatkan tempat yang baik. Firman Allah SWT:

"Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan)dosa(nya)." (QS. Al Furqaan: 68-70.).

Keutamaan apalagi yang lebih besar dari pada orang yang bertaubat itu mendapatkan ampunan dari Allah SWT , hingga keburukan mereka digantikan dengan kebaikan?

Dan dalam penjelasan tentang keluasan ampunan Allah SWT dan rahmat-Nya bagi orang-orang yang bertaubat. Allah SWT berfirman:

"Katakanlah: "Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Az-Zumar: 53)

Ayat ini membukakan pintu dengan seluas-luasnya bagi seluruh orang yang berdosa dan melakuan kesalahan. Meskipun dosa mereka telah mencapai ujung langit sekalipun. Seperti sabda Rasulullah Saw:

"Jika kalian melakukan kesalahan-kesalahan (dosa) hingga kesalahan kalian itu sampai ke langit, kemudian kalian bertaubat, niscaya Allah SWT akan memberikan taubat kepada kalian." (Hadist diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abi Hurairah, dan ia menghukumkannya sebagai hadits hasan dalam kitab sahih Jami' Shagir - 5235)

Di antara keutamaan orang-orang yang bertaubat adalah: Allah SWT menugaskan para malaikat muqarrabin untuk beristighfar bagi mereka serta berdo'a kepada Allah SWT agar Allah SWT menyelamatkan mereka dari azab neraka. Serta memasukkan mereka ke dalam surga. Dan menyelamatkan mereka dari keburukan. Mereka memikirkan urusan mereka di dunia, sedangkan para malaikat sibuk dengan mereka di langit. Allah SWT berfirman:

"(Malaikat-malaikat) yang memikul 'arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan): "Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang bernyala-nyala, ya Tuhan kami, dan masukkanlah mereka kedalam surga 'Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka dan orang-orang yang saleh di antara bapak -bapak mereka, dan istri-istri mereka, dan keturunan mereka semua. Sesungguhnya Engkaulah Yang maha Perkasa lagi Maha Bijaksana, dan peliharalah mereka dari (balasan) kejahatan. Dan orang-orang yang Engkau pelihara dari(pembalasan?)kejahatan pada hari itu maka sesungguhnya telah Engkau anugerahkan rahmat kepadanya dan itulah kemenangan yg besar." (QS.Ghaafir: 7-9).

Terdapat banyak ayat dalam Al Qur'an yang mengabarkan akan diterimanya taubat orang-orang yang melakukan taubat jika taubat mereka tulus, dengan banyak redaksi. Dengan berdalil pada kemurahan karunia Allah SWT, ampunan dan rahmat-Nya, yang tidak merasa sempit dengan perbuatan orang yang melakukan maksiat, meskipun kemaksiatan mereka telah demikian besar.

Seperti dalam firman Allah SWT:

"Tidakkah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hambaNya dan menerima zakat, dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang? ." (QS. At-Taubah: 104)

"Dan Dialah Yang menerima taubat dari hamba-hambaNya dan memaafkan kesalahan-kesalahan." (QS. Asy-Syuuraa: 25)

Dan dalam menyipati Dzat Allah SWT: "Yang mengampuni dosa dan menerima taubat." (QS. Ghaafir: 3)

Terutama orang yang bertaubat dan melakukan perbaikan. Atau dengan kata lain, orang yang bertaubat dan melakukan amal yang saleh. Seperti dalam firman Allah SWT dalam masalah pria dan wanita yang mencuri:

"Maka barangsiapa yang bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu, dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Maaidah: 39)

"Tuhanmu telah menetapkan atas diriNya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barangsiapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya, dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al An'aam: 54)

"Kemudian, sesungguhnya Tuhanmu (mengampuni) bagi orang-orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohannya, kemudian mereka bertaubat setelah itu, dan memperbaiki ( dirinya) sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. An-Nahl: 119)

Puja-puji terhadap Allah SWT dengan nama-Nya "at-Tawwab" (Maha Penerima Taubat) terdapat dalam al Quran sebanyak sebelas tempat. Seperti dalam do'a Ibrahim dan Isma'il a.s.:

"Dan terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkaulah yang Maha penerima taubat lagi Maha Penyayang." (QS. Al Baqarah: 128).

Juga seperti dalan sabda Nabi Musa kepada Bani Israil setelah mereka menyembah anak sapi:

"Maka bertaubatlah kepada Tuhan Yang menjadikan kamu, dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu, pada sisi Tuhan Yang menjadikan kamu, maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dialah yang Maha Penerima taubat dan Maha Penyayang ." (QS. Al Baqarah: 54)

Allah SWT berfirman kepada Rasul-Nya:

"Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohon ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. An-Nisa: 64)

Selasa, 01 November 2011

HIKMAH PUASA RAMADHAN
Oleh Ustaz SOFYAN AMAR

"Wahai orang-orang yang beriman ! Diwajibkan kepada kamu puasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang yang sebelum kamu,supaya kamu menjadi orang-orang yang bertaqwa." (S.al-Baqarah:183)
PUASA menurut syariat ialah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa (seperti makan, minum, hubungan kelamin, dan sebagainya) semenjak terbit fajar sampai terbenamnya matahari,dengan disertai niat ibadah kepada Allah,karena mengharapkan redho-Nya dan menyiapkan diri guna meningkatkan Taqwa kepada-Nya.
RAMAHDAH bulan yang banyak mengandung Hikmah didalamnya.Alangkah gembiranya hati mereka yang beriman dengan kedatangan bulan Ramadhan. Bukan sahaja telah diarahkan menunaikan Ibadah selama sebulan penuh dengan balasan pahala yang berlipat ganda,malah dibulan Ramadhan Allah telah menurunkan kitab suci al-Quranulkarim,yang menjadi petunjuk bagi seluruh manusia dan untuk membedakan yang benar dengan yang salah.
Puasa Ramadhan akan membersihkan rohani kita dengan menanamkan perasaan kesabaran, kasih sayang, pemurah, berkata benar, ikhlas, disiplin, terthindar dari sifat tamak dan rakus, percaya pada diri sendiri, dsb.
Meskipun makanan dan minuman itu halal, kita mengawal diri kita untuk tidak makan dan minum dari semenjak fajar hingga terbenamnya matahari,karena mematuhi perintah Allah.Walaupun isteri kita sendiri, kita tidak mencampurinya diketika masa berpuasa demi mematuhi perintah Allah s.w.t.
Ayat puasa itu dimulai dengan firman Allah:"Wahai orang-orang yang beriman" dan disudahi dengan:" Mudah-mudahan kamu menjadi orang yang bertaqwa."Jadi jelaslah bagi kita puasa Ramadhan berdasarkan keimanan dan ketaqwaan.Untuk menjadi orang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah kita diberi kesempatan selama sebulan Ramadhan,melatih diri kita,menahan hawa nafsu kita dari makan dan minum,mencampuri isteri,menahan diri dari perkataan dan perbuatan yang sia-sia,seperti berkata bohong, membuat fitnah dan tipu daya, merasa dengki dan khianat, memecah belah persatuan ummat, dan berbagai perbuatan jahat lainnya.Rasullah s.a.w.bersabda:
"Bukanlah puasa itu hanya sekedar menghentikan makan dan minum tetapi puasa itu ialah menghentikan omong-omong kosong dan kata-kata kotor."(H.R.Ibnu Khuzaimah)
Beruntunglah mereka yang dapat berpuasa selama bulan Ramadhan, karena puasa itu bukan sahaja dapat membersihkan Rohani manusia juga akan membersihkan Jasmani manusia itu sendiri, puasa sebagai alat penyembuh yang baik. Semua alat pada tubuh kita senantiasa digunakan, boleh dikatakan alat-alat itu tidak berehat selama 24 jam. Alhamdulillah dengan berpuasa kita dapat merehatkan alat pencernaan kita lebih kurang selama 12 jam setiap harinya. Oleh karena itu dengan berpuasa, organ dalam tubuh kita dapat bekerja dengan lebih teratur dan berkesan.
Perlu diingat ibadah puasa Ramadhan akan membawa faaedah bagi kesehatan
rohani dan jasmani kita bila ditunaikan mengikut panduan yang telah ditetapkan, jika tidak maka hasilnya tidaklah seberapa malah mungkin ibadah puasa kita sia-sia sahaja.
Allah berfirman yang maksudnya:
"Makan dan minumlah kamu dan janganlah berlebih-lebihan sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (s.al-A'raf:31)
Nabi s.a.w.juga bersabda:
"Kita ini adalah kaum yang makan bila lapar, dan makan tidak kenyang."
Tubuh kita memerlukan makanan yang bergizi mengikut keperluan tubuh kita. Jika kita makan berlebih-lebihan sudah tentu ia akan membawa muzarat kepada kesehatan kita. Boleh menyebabkan badan menjadi gemuk, dengan mengakibatkan kepada sakit jantung, darah tinggi, penyakit kencing manis, dan berbagai penyakit lainnya. Oleh itu makanlah secara sederhana, terutama sekali ketika berbuka, mudah-mudahan Puasa dibulan Ramadhan akan membawa kesehatan bagi rohani dan jasmani kita. Insy Allah kita akan bertemu kembali.
Allah berfirman yang maksudnya: "Pada bulan Ramadhan diturunkan al-Quran
pimpinan untuk manusia dan penjelasan keterangan dari pimpinan kebenaran
itu, dan yang memisahkan antara kebenaran dan kebathilan. Barangsiapa menyaksikan (bulan) Ramadhan, hendaklah ia mengerjakan puasa.
(s.al-Baqarah:185)

Sabtu, 02 Oktober 2010

Kenakalan Remaja, Faktor Penyebab dan Tips Menghadapinya

Minggu, 01-02-2009 10:13:45 oleh: Sofyan Amar, S.Pd.I
MAjelis: Online
Kenakalan remaja di era modern ini sudah melebihi batas yang sewajarnya. Banyak anak dibawah umur yang sudah mengenal Rokok, Narkoba, Freesex, dan terlibat banyak tindakan kriminal lainnya. Fakta ini sudah tidak dapat diungkuri lagi, anda dapat melihat brutalnya remaja jaman sekarang. Dan saya pun pernah melihat dengan mata kepala saya sendiri ketika sebuah anak kelas satu SMA di kompelks saya, ditangkap/diciduk POLISI akibat menjadi seorang bandar gele, atau yang lebih kita kenal dengan ganja.

Hal ini semua bisa terjadi karena adanya faktor-faktor kenakalan remaja berikut:

- kurangnya kasih sayang orang tua.

- kurangnya pengawasan dari orang tua.

- pergaulan dengan teman yang tidak sebaya.

- peran dari perkembangan iptek yang berdampak negatif.

- tidak adanya bimbingan kepribadian dari sekolah.

- dasar-dasar agama yang kurang

- tidak adanya media penyalur bakat dan hobinya

- kebasan yang berlebihan

- masalah yang dipendam

Dan saya dapat memberikan beberapa tips untuk mengatasi dan mencegah kenakalan remaja, yaitu:

- Perlunya kasih sayang dan perhatian dari orang tua dalam hal apapun.

- Adanya pengawasan dari orang tua yang tidak mengekang. contohnya: kita boleh saja membiarkan dia melakukan apa saja yang masih sewajarnya, dan apabila menurut pengawasan kita dia telah melewati batas yang sewajarnya, kita sebagai orangtua perlu memberitahu dia dampak dan akibat yang harus ditanggungnya bila dia terus melakukan hal yang sudah melewati batas tersebut.

- Biarkanlah dia bergaul dengan teman yang sebaya, yang hanya beda umur 2 atau 3 tahun baik lebih tua darinya. Karena apabila kita membiarkan dia bergaul dengan teman main yang sangat tidak sebaya dengannya, yang gaya hidupnya sudah pasti berbeda, maka dia pun bisa terbawa gaya hidup yang mungkin seharusnya belum perlu dia jalani.

- Pengawasan yang perlu dan intensif terhadap media komunikasi seperti tv, internet, radio, handphone, dll.

- Perlunya bimbingan kepribadian di sekolah, karena disanalah tempat anak lebih banyak menghabiskan waktunya selain di rumah.

- Perlunya pembelanjaran agama yang dilakukan sejak dini, seperti beribadah dan mengunjungi tempat ibadah sesuai dengan iman kepercayaannya.

- Kita perlu mendukung hobi yang dia inginkan selama itu masih positif untuk dia. Jangan pernah kita mencegah hobinya maupun kesempatan dia mengembangkan bakat yang dia sukai selama bersifat Positif. Karena dengan melarangnya dapat menggangu kepribadian dan kepercayaan dirinya.

- Anda sebagai orang tua harus menjadi tempat CURHAT yang nyaman untuk anak anda, sehingga anda dapat membimbing dia ketika ia sedang menghadapi masalah.

Terima kasih telah membaca artikel ini, semoga dapat berguna bagi anda.

Kamis, 29 Oktober 2009


15 Perkara Penyebab Bencana Indonesia

Oleh SOFYAN AMAR

Rasulullah SAW bersabda : “Bila umatku sudah melaksanakan 15 perkara maka bencana sudah pasti terjadi :

1. Bila barang negara sudah diakui/dimiliki oleh orang-orang tertentu
2. Barang amanat jadi Ganimah (temuan)
3. Mengeluarkan zakat dianggap musibah bagi sikaya
4. Suami sudah tunduk patuh terhadap istrinya untuk mengerjakan sesuatu yang keluar dari syariat (ajaran islam)
5. Anak menyakiti kedua orang tuanya sementara kepada temannya berlaku baik
6. Terjadi permusuhan caci mencaci antara jamaah mesjid karena perbedaan masalah/pendapat yang bukan prinsip yang mereka pegang
7. Diantara yang menjadi memimpin umat baik yang memimpin masyarakat atau agama bukan dari keturunan yang baik-baik
8. Seseorang memuliakan seseorang karena takut kejelekannya bukan karena wibawa atau karena akhlak dan ilmunya
9. Orang mabuk dan maksiat sudah terlihat dimana-mana
10. Seorang pria sudah senang memakai pakaian yang biasanya dipakai wanita
11. Kedua orang tua diperlakukan seperti pembantu di dalam rumah tangga
12. Sarana untuk maksiat tersebar dimana-mana, seperti bar, kasino, diskotik dan warung remang-remang
13. Dancing, dugem dan hiburan yang berbai pornografi dan pornoaksi sudah dianggap kesenian belaka bahkan hiburan yang baik
14. Bila umat akhir zaman sekarang ini sudah mencaci maki dan tidak menghiraukan pendapat-pendapat mereka (para ulama)
15. Bila umat akhir zaman semuanya sudah ingin berlomba-lomba menjadi seorang selebritis/penyanyi yang terkenal.

Semua ini mengundang bencana, bila itu sudah terjadi/dilaksanakan oleh penduduk di dunia akan terjadi gempa bumi besar-besaran dan amblasnya suatu tempat/perkampungan ditelan bumi dan datangnya bencana tersebut rajfatan di tengah malam ketika manusia terlelap dalam tidur. Saatnya kita mawas diri dengan diri kita sendiri, keluarga, lingkungan di sekitar kita, jika 15 perkara tadi sudah jelas didepan mata kita, selayaknya kita sebagai muslim saling mengingatkan dan memperbaiki.
Ingat firman Allah SWT dalam surah Ar-Ruum ayat 41 :
Artinya :”Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar).”
Mudah-mudahan keselamatan dan kedamaian terwujud setelah kita mengusir yang 15 perkara tadi. Amiiiiiin………………..